Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas diet berbasis tanaman telah meningkat, didorong oleh kekhawatiran tentang kesehatan, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan hewan.


Produk olahan susu nabati menjadi semakin banyak di minati, bagaimana dampak dan manfaat bagi kehidupan.


Salah satu aspek penting dari pergeseran ini adalah preferensi yang semakin meningkat untuk susu nabati daripada susu sapi tradisional.


Susu almond, kedelai, oat, dan kelapa, antara lain, telah menjadi produk yang umum di supermarket dan kafe. Namun, apakah susu nabati benar-benar bisa menggantikan susu sapi? Salah satu pertimbangan paling penting saat membandingkan susu nabati dengan susu sapi adalah kandungan nutrisinya.


Susu sapi merupakan sumber nutrisi penting, termasuk kalsium, vitamin D, protein, dan vitamin B12. Nutrisi-nutrisi ini memainkan peran penting dalam kesehatan tulang, fungsi otot, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Sebuah porsi standar 8 ons susu sapi menyediakan sekitar 8 gram protein dan sekitar 30% asupan harian yang direkomendasikan untuk kalsium.


Susu nabati, di sisi lain, bervariasi dalam kandungan nutrisinya tergantung dari jenisnya. Misalnya, susu kedelai sering dipuji karena kandungan proteinnya yang tinggi, yang hampir sama dengan susu sapi, dengan sekitar 7 gram protein per porsi. Susu almond, meskipun rendah protein, biasanya difortifikasi dengan kalsium dan vitamin D untuk mencocokkan kadar yang ditemukan dalam susu sapi. Namun, susu nabati lain seperti susu kelapa atau beras menawarkan protein yang jauh lebih sedikit dan mungkin memerlukan pemilihan yang teliti untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.



Sementara susu nabati dapat difortifikasi untuk mengandung jumlah nutrisi tertentu yang sebanding, penting untuk diingat bahwa bioavailabilitas nutrisi ini mungkin berbeda. Misalnya, kalsium dalam susu sapi secara alami lebih mudah diserap dibandingkan dalam banyak susu nabati yang difortifikasi, sehingga tubuh dapat menyerap dan memanfaatkannya lebih efektif. Perbedaan ini dapat menjadi penting bagi individu dengan kebutuhan nutrisi khusus, seperti anak-anak yang sedang tumbuh atau lanjut usia.


Rasa juga merupakan faktor penting saat mempertimbangkan apakah susu nabati dapat menggantikan susu sapi. Susu sapi memiliki rasa netral, sedikit manis yang melengkapi berbagai makanan dan minuman. Konsistensi dan teksturnya juga cocok untuk penggunaan kuliner, dari baking hingga membuat saus krim dan kopi berbusa.


Susu nabati, bagaimanapun, bisa bervariasi secara signifikan dalam rasa dan teksturnya. Susu almond memiliki rasa nutty yang halus, sementara susu oat menawarkan konsistensi krim yang populer dalam kopi latte dan smoothie. Susu kelapa, dengan rasa tropis yang khas, disukai dalam banyak hidangan Asia dan Karibia. Meskipun susu nabati ini bisa enak dan serbaguna, mereka mungkin tidak selalu menjadi substitusi yang sempurna dalam resep-resep yang biasanya menggunakan susu sapi. Pilihan ini sering kali bergantung pada preferensi pribadi dan penggunaan spesifik.


Salah satu argumen paling kuat bagi susu nabati daripada susu sapi adalah dampak lingkungannya. Industri peternakan susu merupakan kontributor utama gas rumah kaca, penggunaan air, dan degradasi lahan. Sapi menghasilkan metana, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memelihara hewan ternak untuk produksi susu cukup besar. Selain itu, kekhawatiran tentang kesejahteraan hewan dalam industri susu telah mendorong banyak orang untuk mencari alternatif berbasis tanaman.


Susu nabati, sebaliknya, umumnya memiliki jejak lingkungan yang lebih rendah. Misalnya, susu almond membutuhkan lebih sedikit air ketimbang susu sapi, meskipun tetap memiliki jejak air yang tinggi karena alamiahnya yang membutuhkan banyak air. Susu oat sering dikutip sebagai salah satu opsi yang paling ramah lingkungan, dengan penggunaan tanah dan air yang lebih rendah dibandingkan susu sapi dan susu nabati lainnya.